Perkembangan di bidang Teknologi
Informasi dan Komunikasi (TIK) saat ini sangat pesat
dan berpengaruh sangat signifikan
terhadap pribadi maupun komunitas, segala aktivitas, kehidupan, cara kerja,
metode belajar, gaya hidup maupun cara berpikir. Oleh karena itu, pemanfaatan
TIK harus diperkenalkan kepada siswa agar mereka mempunyai bekal pengetahuan
dan pengalaman yang memadai untuk bisa menerapkan dan menggunakannya dalam
kegiatan belajar, bekerja serta berbagai aspek kehidupan sehari-hari, bahkan
bisa juga dikembangkan menjadi kegiatan wira usaha.
Manusia secara berkelanjutan membutuhkan pemahaman dan
pengalaman agar bisa
memanfaatkan TIK secara optimal dalam menghadapi tantangan
perkembangan zaman dan menyadari implikasinya bagi pribadi maupun masyarakat. Siswa
yang telah mengikuti dan memahami serta mempraktekkan TIK akan memiliki kapasitas dan
kepercayaan diri untuk memahami berbagai TIK dan menggunakannya secara efektif.
Selain dampak positif, siswa mampu memahami dampak negatif, dan keterbatasan TIK, serta
mampu memanfaatkan TIK untuk mendukung proses pembelajaran dan memanfatkannya dalam
kehidupan sehari-hari.
Dengan semakin banyaknya situs pertemanan seperti facebook,
twitter, friendster, dan
myspace membuat komunikasi dan saling bertukar informasi
semakin mudah. Belum lagi
semakin menjamurnya tempat membuat blog gratis di internet
seperti wordpress, blogspot,
livejurnal, dan multiply. Membuat kita dituntut bukan hanya
mampu mencari dan
memanfaatkan informasi saja, tetapi juga mampu menciptakan
informasi di internet melalui blog yang kita kelola dan terupdate dengan baik. Di sanalah
muncul kreativitas menulis yang membuat orang lain mendapatkan manfaat dari tulisan yang
kita buat. Namun sayangnya, kebiasaan menulis dan membaca belum menjadi budaya
masyarakat Indonesia, termasuk guru dan siswa di sekolah. Para guru TIK dituntut agar para
peserta didiknya mampu memanfaatkan TIK untuk mengembangkan kreativitas menulis.
Pendidikan sebagai pondasi pembangunan suatu bangsa
memerlukan pembahuruan-
pembaharuan sesuai dengan tuntutan zaman. Keberhasilan dalam
pendidikan selalu
berhubungan erat dengan kemajuan suatu bangsa yang berdampak
meningkatnya
kesejahteraan kehidupan masyarakat. Pada era teknologi tinggi
(high technology)
perkembangan dan transformasi ilmu berjalan begitu cepat.
Akibatnya, sistem pendidikan
konvensional tidak akan mampu lagi mengikuti perkembangan
ilmu dan teknologi.
Pendekatan-pendekatan modern dalam proses pengajaran tidak
akan banyak membantu untuk Menghadapi
abad ke-21, UNESCO melalui “The International Commission on Education for
the Twenty First Century” merekomendasikan pendidikan yang berkelanjutan
(seumur hidup) yang dilaksanakan berdasarkan empat pilar proses pembelajaran,
yaitu:
Learning to
know (belajar
untuk menguasai. pengetahuan)
Learning to do (belajar untuk menguasai keterampilan ),
Learning to do (belajar untuk menguasai keterampilan ),
Learning to
be (belajar
untuk mengembangkan diri), dan
Learning to
live together (belajar
untuk hidup bermasyarakat).
Untuk dapat
mewujudkan empat pilar pendidikan di era globalisasi informasi sekarang ini,
para guru sebagai agen pembelajaran perlu menguasai dan menerapkan TIK dalam
pembelajaran di sekolah.
Menurut
Rosenberg (2001), dengan berkembangnya penggunaan TIK ada lima pergeseran
dalam proses pembelajaran yaitu:
(1) dari
pelatihan ke penampilan,
(2) dari
ruang kelas ke, di mana dan kapan saja,
(3) dari
kertas ke “on line” atau saluran,
(4) dari
fasilitas fisik ke fasilitas jaringan kerja, dan
(5) dari
waktu siklus ke waktu nyata. Komunikasi sebagai media pendidikan
dilakukan dengan menggunakan media-media komunikasi seperti telepon, komputer,
internet, e-mail, dan sebagainya. Interaksi antara guru dan siswa tidak hanya
dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi juga dilakukan dengan menggunakan
media-media tersebut. Guru dapat memberikan layanan tanpa harus berhadapan
langsung dengan siswa. Demikian pula siswa dapat memperoleh informasi dalam
lingkup yang luas dari berbagai sumber melalui cyber space atau ruang
maya dengan menggunakan komputer atau internet. Di sinilah peran guru untuk
membuat kurikulumnya sendiri yang dapat membuat peserta didik beajar secara
aktif.
Hal yang
paling mutakhir adalah berkembangnya apa yang disebut “cyber teaching”
atau pengajaran maya, yaitu proses pengajaran yang dilakukan dengan menggunakan
internet. Istilah lain yang makin popuper saat ini ialah e-learning yaitu
satu model pembelajaran dengan menggunakan media TIK khususnya internet.
Menurut Rosenberg (2001), e-learning merupakan satu penggunaan
teknologi internet dalam penyampaian pembelajaran dalam jangkauan luas yang
belandaskan tiga kriteria yaitu:
(1) e-learning
merupakan jaringan dengan kemampuan untuk memperbaharui, menyimpan,
mendistribusi dan membagi materi ajar atau informasi,
(2) pengiriman
sampai ke pengguna terakhir melalui komputer dengan menggunakan teknologi
internet yang standar,
(3)
memfokuskan pada pandangan yang paling luas tentang pembelajaran di balik
paradigma pembelajaran tradisional. Sejalan dengan perkembangan TIK itu
sendiri pengertian e-learning menjadi lebih luas yaitu
pembelajaran yang pelaksanaannya didukung oleh jasa teknologi seperti telepon,
audio, video tape, transmisi satellite atau komputer (Soekartawi, Haryono dan
Librero, 2002).
Saat ini e-learning
telah berkembang dalam berbagai model pembelajaran yang berbasis TIK
seperti: CBT (Computer Based Training), CBI (Computer Based
Instruc-tion), Distance Learning, Distance Education, CLE (Cybernetic
Learning Environment), Desktop Videoconferencing, ILS (Integrated Learning
System), LCC (Learner-Cemterted Classroom), Teleconferencing, WBT (Web-Based
Training), dan sebagainya.
Selain e-learning,
potensi TIK dalam pembelajaran di sekolah dapat juga memanfaatkan e-laboratory
dan e-library. Adanya laboratorium virtual (virtual lab)
memungkinkan guru dan siswa dapat belajar menggunakan alat-alat laboratorium
atau praktikum tidak di laboratorium secara fisik, tetapi dengan menggunakan
media komputer. Perpustakaan elektronik (e-library) sekarang ini sudah
menjangkau berbagai sumber buku yang tak terbatas untuk bisa diakses tanpa
harus membeli buku/sumber belajar tersebut.
Globalisasi
telah memicu kecenderungan pergeseran dalam dunia pendidikan dari pendidikan
tatap muka yang konvensional ke arah pendidikan yang lebih terbuka. Globalisasi
juga membawa peran yang sangat penting dalam mengarahkan dunia pendidikan kita
dengan memanfaatkan TIK dalam pembelajaran. Sebenarnya, ada empat level
pemanfaatan TIK untuk pendidikan menurut UNESCO, yaitu:
Level 1: Emerging
- baru menyadari pentingnya TIK untuk pendidikan;
Level 2: Applying
- baru mempelajari TIK (learning tom use ICT);
Level 3: Integrating
- belajar melalui dan atau meng-gunakan TIK (using ICT to learn); Level
4: Transforming - dimana TIK telah menjadi katalis efektifitas
dan efisiensi pembelajaran serta reformasi pendidikan secara umum.
Salah satu
bentuk produk TIK yang sedang “ngetrend” saat ini adalah internet yang
berkembang pesat di penghujung abad 20 dan di ambang abad 21. Kehadirannya
telah memberikan dampak yang cukup besar terhadap kehidupan umat manusia dalam
berbagai aspek dan dimensi. Internet merupakan salah satu instrumen dalam era
globalisasi yang telah menjadikan dunia ini menjadi transparan dan terhubungkan
dengan sangat mudah dan cepat tanpa mengenal batas-batas kewilayahan atau
kebangsaan. Melalui internet setiap orang dapat mengakses ke dunia global untuk
memperoleh informasi dalam berbagai bidang dan pada gilirannya akan memberikan
pengaruh dalam keseluruhan perilakunya. Dalam kurun waktu yang amat cepat
beberapa dasawarsa terakhir telah terjadi revolusi internet di berbagai negara
serta penggunaannya dalam berbagai bidang kehidupan. Keberadaan internet pada
masa kini sudah merupakan satu kebutuhan pokok manusia modern dalam menghadapi
berbagai tantangan perkembangan global. Kondisi ini sudah tentu akan memberikan
dampak terhadap corak dan pola-pola kehidupan umat manusia secara keseluruhan.
Dalam kaitan ini, setiap orang atau bangsa yang ingin lestari dalam menghadapi
tantangan global, perlu meningkatkan kualitas dirinya untuk beradaptasi dengan
tuntutan yang berkembang. TIK telah mengubah wajah pembelajaran yang berbeda
dengan proses pembelajaran tradisional yang ditandai dengan interaksi tatap
muka antara guru dengan siswa baik di kelas maupun di luar kelas.
Di masa-masa
mendatang, arus informasi akan makin meningkat melalui jaringan internet yang
bersifat global di seluruh dunia dan menuntut siapapun untuk beradaptasi dengan
kecenderungan itu kalau tidak mau ketinggalan jaman. Dengan kondisi demikian,
maka pendidikan khususnya proses pembelajaran cepat atau lambat
tidak dapat terlepas dari keberadaan komputer dan internet sebagai alat bantu
utama.
Salah satu
tulisan yang berkenaan dengan dunia pendidikan disampaikan oleh Robin Paul
Ajjelo dengan judul “Rebooting: The Mind Starts at School”. Dalam
tulisan tersebut dikemukakan bahwa ruang kelas di era millenium yang akan
datang akan jauh berbeda dengan ruang kelas seperti sekarang ini yaitu dalam
bentuk seperti laboratorium komputer di mana tidak terdapat lagi format anak
duduk di bangku dan guru berada di depan kelas. Ruang kelas di masa yang akan
datang disebut sebagai “cyber classroom” atau “ruang kelas maya”
sebagai tempat anak-anak melakukan aktivitas pembelajaran secara individual
maupun kelompok dengan pola belajar yang disebut “interactive learning”
atau pembelajaran interaktif melalui komputer dan internet. Anak-anak
berhadapan dengan komputer dan melakukan aktivitas pembelajaran secara
interaktif melalui jaringan internet untuk memperoleh materi belajar dari
berbagai sumber belajar. Anak akan melakukan kegiatan belajar yang sesuai
dengan kondisi kemampuan individualnya sehingga anak yang lambat atau cepat
akan memperoleh pelayanan pembelajaran yang sesuai dengan dirinya. Kurikulum
dikembangkan sedemikian rupa dalam bentuk yang lebih kenyal atau lunak dan
fleksibel sesuai dengan kondisi lingkungan dan kondisi anak sehingga memberikan
peluang untuk terjadinya proses pembelajaran maju berkelanjutan baik dalam
dimensi waktu maupun ruang dan materi. Dalam situasi seperti ini, guru
bertindak sebagai fasilitator pembelajaran sesuai dengan peran-peran
sebagaimana dikemukakan di atas.
Robin Paul
Ajjelo juga mengemukakan secara ilustratif bahwa di masa-masa mendatang isi tas
anak sekolah bukan lagi buku-buku dan alat tulis seperti sekarang ini,
akan tetapi berupa: (1) komputer notebook dengan akses internet tanpa kabel,
yang bermuatan materi-materi belajar yang berupa bahan bacaan, materi untuk
dilihat atau didengar, dan dilengkapi dengan kamera digital serta perekam
suara,
(2) Jam
tangan yang dilengkapi dengan data pribadi, uang elektronik, kode sekuriti
untuk masuk rumah, kalkulator, dsb.
(3)
Videophone bentuk saku dengan perangkat lunak, akses internet, permainan,
musik, dan TV,
(4)
alat-alat musik,
(5) alat
olah raga, dan
(6)
bingkisan untuk makan siang.
Hal itu
menunjukkan bahwa segala kelengkapan anak sekolah di masa itu nanti berupa
perlengkapan yang bernuansa internet sebagai alat bantu belajar.
Namun
sayangnya, di negeri kita yang kaya ini, dan terdiri dari berbagai pulau, hal
di atas masih seperti mimpi karena struktur dan kultur serta SDM guru yang
profesional belum merata dengan baik. Di berbagai kota besar seperti Jakarta
misalnya, beberapa sekolah maju dan internasional telah mengaplikasikannya,
tetapi buat sekolah-sekolah di daerah, mungkin masih jauh panggang dari api
dalam mengaplikasikan TIK.
Meskipun TIK
dalam bentuk komputer dan internet telah terbukti banyak menunjang proses
pembelajaran anak secara lebih efektif dan produktif, namun di sisi lain masih
banyak kelemahan dan kekurangan. Dari sisi kegairahan kadang-kadang anak-anak
lebih bergairah dengan internetnya itu sendiri dibandingkan dengan materi yang
dipelajari. Terkadang anak-anak lebih senang bermain games ketimbang materi yang
diberikan oleh guru. Karena games sangat menarik peserta didik untuk rehat
sejenak dari segala pembelajaran yang diterimanya di sekolah. Dapat juga
terjadi proses pembelajaran yang terlalu bersifat individual sehingga
mengurangi pembelajaran yang bersifat sosial. Dari aspek informasi yang
diperoleh, tidak terjamin adanya ketepatan informasi dari internet sehingga
sangat berbahaya kalau anak kurang memiliki sikap kritis terhadap informasi
yang diperoleh. Bagi anak-anak sekolah dasar penggunaan internet yang kurang
proporsional dapat mengabaikan peningkatan kemampuan yang bersifat manual
seperti menulis tangan, menggambar, berhitung, dan sebagainya.
Dalam
hubungan ini guru perlu memiliki kemampuan dalam mengelola kegiatan
pembelajaran secara proporsional dan demikian pula perlunya kerjasama yang baik
dengan orang tua untuk membimbing anak-anak belajar di rumah masing-masing
0 comments:
Post a Comment